SINGARAJA, HUMAS – Komang Pitriani, Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Negeri Mpu Kuturan ini berhasil meraih juara dalam lomba cipta puisi tingkat Nasional. Kini, Ia mencoba kemampuannya dalam bidang yang sama dengan mengikuti lomba di tingkat Internasional.
Sebuah puisi berjudul “Gema Bait Ketiga” adalah sebuah puisi karyanya yang berhasil meraih juara II tingkat Nasional. Puisi lainnya yang diciptakan berjudul “Akademikus Adiwangsa” yang berhasil meraih juara III Nasional.
Dari keberhasilan itu, kini mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) ini tengah mengikuti lomba karya cipta puisi tingkat internasional, yang digelar oleh Bali Muda Foundation (BMF). Dalam lomba tersebut, Pitriani mengirimkan dua buah puisi ciptannya.
Puisi pertama berjudul “Koodinat Kartesius”. Sebuah puisi yang menggambarkan perjuangan tentang cnta dengan arah yang berbeda. Perbedaan arah inilah yang digambarkan seperti koordinat kartesius. Kemudian untuk puisi kedua yang diciptakan berjudul “Eternal Patrol”. Puisi kedua ini menggunakan bahasa inggris yang terinspirasi dari sebuah tragedi tenggelamnya kapal selam Nanggala 402 beberapa waktu lalu.
Menurut Pitriani, puisi tersebut diciptakan sebagai sebuah apresiasi jasa-jasa pahlawan crew Nanggala 402.
“Saya ikut merasakan kehilangan dan merasakan bagaimana keluarga yang di tinggalkan pastinya memiliki luka yang mendalam. Dan dipuisi juga saya kutip sanak saudaramu menunggu,” ujarnya.
Disisi lain, Komang Pitriani sudah menyukai puisi sejak duduk di bangku SMP. Sejak saat itu pula Ia sudah mulai mengikuti berbagai lomba cipta puisi, dan beberapa kali berhasil meraih juara. Baginya, melalui puisi Pitriani bisa mengungkapkan emosi, imajinasi, ide, pemikiran, irama, nada, susunan kata, kata-kata kiasan, kesan pancaindra, dan perasaan.
“Saya menyukai kata-kata kiasan, dan suka menemukan kata baru, disinilah saya menuangkannya dalam bentuk puisi dan mengikuti lomba-lomba yang diselenggarakan,” ceritanya.
Menurutnya, ada banyak hal yang bisa menjadi insprasi ketika menyusun sebuah kata demi kata. Misalkan saja ketika membuka media sosial, dengan melihat sebuah kejadian, maka itu bisa menjadi sabuah ide untuk menciptakan sebuah puisi. Dan ketika kata demi kata mulai tersirat dan terbesit dalam pikiran, maka saat itu pula langsung dituangkan menjadi sebuah guratan syair.
“Menurut saya puisi yang paling tepat mengungkapkan suatu perasaan, keinginan atau kritik dalam bentuk tulisan dengan pemilihan kata-kata kiasan yang saya sukai,” pungkas Pitriani. (hms)