Isu Perempuan, Anak dan Moderasi Beragama Jadi Sorotan, STAHN Mpu Kuturan Gelar Seminar Nasional

UKM Menwa STAHN Mpu Kuturan Gelar Baksos Di Lokasi Bencana Tanah Longsor
October 29, 2021
Penguatan Mental dan Fisik, UKM Menwa Gelar Latihan di Secata Rindam IX Udayana
November 1, 2021

DENPASAR, HUMAS-Peran perempuan dalam penguatan literasi dan moderasi beragama dalam keluarga menjadi perhatian serius di tengah ekstrimisme beragama di Indonesia. Isu inipun diangkat dalam Seminar Nasional yang digelar oleh STAHN Mpu Kuturan Singaraja pada Sabtu (30/10) pagi di Hotel Bali Tropic and Spa, Nusa Dua Badung.

Seminar yang dilaksanakan secara hybrid, baik daring maupu luring ini menghadirkan sejumlah pemateri. Seperti Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Indra Gunawan S.K.M. M.A selaku Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementrian PPPA RI.

Selain itu narasumber yang turut hadir yakni Riri Khariroh, M.A selaku Ketua LKP3A Pimpinan Pusat Fatayat NU dengan tema narasi moderasi pada perempuan di Indonesia. Kemudian narasumber keempat, dari Ketua Dharma Wanita STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Ni Wayan Ayuk Wirastini, S.E, M.Pd.H, yang mengupas tentang Peranan Perempuan dalam Berbangsa dan Bernegara.

Ketua STAHN Mpu Kuturan Singaraja, Gede Suwindia dalam sambutannya mengatakan sangat strategis jika menarasikan wacana keluarga, yang notabene sebagai bagian dari lingkungan terkecil dalam membentuk karakter di era digital.

“Jadi arus teknologi yang sangat cepat maka perlu adanya garda terdepan dari keluarga agar memiliki pengawasan terhadap putri-putrinya, sehingga tidak terjerumus ke dalam hal-hal negative, seperti radikalisme, narkoba, hingga pergaulan bebas,” jelasnya.

Sementara itu, Menteri PPPA RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan pembangunan SDM menjadi bagian penting dalam agenda pembangunan nasional. Ini emnuntut pentingnya kesetraaan gender.

Perempuan dan anak adalah sumber daya manusia yang sangat penting dan harus diberdayakakan. Perempuan mengisi hampir setengah populasi penduduk. Sedangkan anak mengisi hampir sepertiga dari toal penduduk.

“Budaya patriarki yang menempatkan posisi perempuan di bawah laki-laki. Perempuan dan anak sangat rentan menjadi korban kekerasan tidak hanya di ruang publik, tetapi juga di rumah. Yang semestinya menjadi ruang paling aman,” jelasnya.

Di sisi lain,Indra Gunawan menjelaskan pola pengasuhan anak tidak hanya menjadi peran dari seorang ibu semata. Tetapi juga membutuhkan peran dari seorang ayah. Bahkan sampai pada masyarakat bahkan negara.

Permasalahan yang terjadi pada anak jika tidak ditangani secara baik maka akan berdampak pada hal lainnya. Oleh sebab itu PPPA sebut Indra telah melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga salah satunya adalah perguruan tinggi.

Melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat PPPA berharap dapat menyampaikan bagaimana perlindungan terhadap anak, hak-hak anak, dan cara menyelesaikan konflik yang terjadi pada anak.“Sehingga diketahui ketahanan ekonomi, ketahanan fisik, landasan legalitas keutuhan keluarga dan kemitraan gender,  ketahanan sosial psikologi, dan ketahanan sosial budaya,” paparnya.

Sementara itu, Riri Khariroh menjelaskan, mencegah kasus radikalisme dapat dimulai dari yang terdekat. Hal itu dapat dilakukan dengan memperkuat komunikasi dengan suami dan anak.

Selain itu, bisa dilakukan dengan menunjukkan konsekuensi bahaya dari radikalisme, menanamkan nilai-nilai perdamaian dan toleransi. Memperkuat ideologi kebangsaan, deteksi dini di keluarga dan masyarakat sekitar, selektif terhadap sekolah dan dalam menvari tokoh agama untuk berceramah tidak mengundang penceramah yang mengajarkan kebencian.“Semua pihak harus terlibat, tetapi bias dimulai dari tingkat terkecil yakni keluarga,” singkatnya.

Sedangkan, Ni Wayan Ayuk Wirastini, menyebutkan peran Ibu atau perempuan di tengah pandemi Covid-19 tidak hanya sebatas mencari nafkah membantu keuangan keluarga, Tetapi juga secara tidak langsung ikut mengambil peran menjadi pengajar bagi anak.

Kondisi ini menuntut ibu harus bijak dan mengawasi anak dalam menggunakan tekhnologi dan juga internet. Ia menyebyt jangan sampai anak yang didik sejak kecil  rusak mentalnya rusak akibat imbas negatif dari kemajuan tekhnologi dan juga internet.

“Dalam membangun keluarga yang sukinah dan moderat maka keluarga merupakan sumber kebahagiaan dari setiap member yang ada di dalam keluarga. Keluarga juga penguat dan keluargalah yang memberikan spirit keluarga yang humanis, toleran dan peduli,” pungkasnya. (hms)

Comments are closed.